Jumat, 31 Maret 2017

Dosen : Bapak Dr. Dirgantara Wicaksono, MPd Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

Pendidikan Sebelum Kemerdekaan 

Hasil gambar untuk PENDIDIKAN ZAMAN DAHULU

A.Sejarah
Dalam arti luas, sejarah merupakan catatan tentang apa yang diucapkan, dilakukan, dialami atau dirasakan oleh manusia. Segala peristiwa yang dialami manusia akan dicatat, kapan terjadinya, di mana peristiwa terjadi serta siapa pelakunya merupakan unsure penting dalam sejarah.
Dalam pengembangan sejarah manusia, waktu dan tempat memiliki arti sangat penting. Sebab dalam menyusun sejarah kita harus tahu siapa pelakunya, kapan dan di mana peristiwanya.
B. Pendidikan sebelum Masa Kolonial
 
Hasil gambar untuk Pendidikan sebelum Masa Kolonial
1.    Sejarah Pendidikan pada Zaman Hindu-Budha
Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar 2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
56Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang di pulau Jawa.
2.    Sejarah Pendidikan pada Zaman Kerajaan Islam
            Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup bersama santri memperdalam agama Islam.
            Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
            Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai dengan  tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid diberikan juga Arkanul Iman.
Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan program belajar yang meliputi:
  • 1.      membaca Al Qur’an;
  • 2.       ibadat (berwudlu, shalat);
  • 3.      keimanan;
  • 4.       akhla
  •  
  • Cara belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat nabi, sifat-sifat terpuji atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan, sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat.
C. Pendidikan pada Masa Kolonial
Hasil gambar untuk masa kolonial belanda VOC
Tahun  1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang ke Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).
Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:
1.    Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya:
Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.
2.    Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di Ponorogo Ponpes Gontor.
3.     Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah maktab Islamiah di Tapanuli medan.
4.    Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen untuk orang-orang Belanda dan buni putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda misalnya:
a.         1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.
b.        1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama.
c.         1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang mendidik budi pekerti.
d.        16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.
e.         1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta.
f.       1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang Belanda, semua orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang, pada tahun 1902 menjadi 173 buah.
g.      1860 mendirikan Gymnasium  (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.
h.      1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan Jawa.
i.        1892 sekolah dasar dibagti menjadi dua kategori, yaitu: sekolah dasar Kelas Pertama ( de schoolen der eerste klasse) untuk golongan Bumiputera (bangsawan & penduduk yang kaya) dan sekolah dasar Kelas Dua (de schoolen der tweede klasse) untuk Bumiputera umum.
j.        1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.k.      1851 mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5 tahun.Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda dapat dilihat beberapa ciri khas, antara lain:
a)      dualistik diskriminatif, yaitu untuk membedakan pendidikan untuk orang Eropa dan Bumiputera.
b)      Sentralistik yaitu pemerintah kolonial Belanda memiliki hak mengatur pendidikan di daerah koloninya.
c)      Tujuannya untuk dapat menghasilkan tamatan yang menjadi warga negara Belanda kelas dua.
D.Pendidikan pada Masa Pergerakan
 
 Hasil gambar untuk Pendidikan pada Masa Pergerakan Taman Siswa
 
Pergerakan nasional lahir karena penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia tertinggal di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Sebagian rakyat buta huruf, karena tidak semua orang bisa masuk sekolah. Dalam keadaan seperti itu, golongan pelajar yang mendapat kesempatan masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi saat itu tampil untuk mempelopori dan memimpin pergerakan nasional. Termasuk pendiri Taman Siswa, Raden Mas  Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.
Taman Siswa berdiri pada 3 Juli 1922. Taman Siswa merupakan badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat melalui pendidikan untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya.
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasarkan Sistem Tutwuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan), di manasistem ini berorientasi pendidikan pada anak didik. Artinya pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik. Dalam sistem ini berlaku sistem kekeluargaan, yang artinya diharuskan bagi setiap pendidik untuk meluangkan waktu 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik, sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.
Pendidikan Taman Siswa berciri khas Pancadarma, yaitu:
·         Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah)
·         Kebudayaan (menerapkan teori Trikon; Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris)
·         Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing individu dan kelompok),
·         Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku),
·         dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
E. Pendidikan pada Masa Jepang
Hasil gambar untuk Masa Jepang
Pendidikan zaman jepang disebut “Hakko Ichiu”, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer Jepang dalam peperangan Pasifik.
Jepang menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1.    Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
2.    Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Adapun susunan pengajaran menjadi, pertama, Sekolah Rakyat enam tahun (termasuk sekolah pertama). Kedua, sekolah menengah tiga tahun. Ketiga, sekolah menengah tinggi tiga tahun (SMA pada zaman Jepang)
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang tidak hanya memenangkan peperangan. Secara konkret tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma (rumosha) dan prajurit-prajurit yang membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, kemiliteran dan indoktrinasi ketat. Sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol.Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya
Pada masa pendudukannya,  Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi mereka adalah keperluan untuk memenangkan perang. Ada satu hal istimewa dalam pendidikan jepang sebagaimana telah dikemukakan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh pendudukan Jepang.
Sementara itu perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berkembang dengan pesat. Pendidikan Islam mencoba memadukan antara pendidikan modern Belanda dengan pendidikan tradisional sehingga melahirkan madrasah-madarasah berkelas yang tidak hanya memberikan pengetahuan agama saja akan tetapi juga memberikan pengetahuan umum.
Untuk mempercepat usaha Jepang dalam mencapai tujuan mereka, segala cara ditempuh dalam segala segi kehidupan. Salah satunya dengan mengubah sistem pendidikan. Oleh sebab itu, Jepang menguasai kurikulum baru, yang berlaku secara umum untuk semua sekolah. Dalam kurikulum ini bahasa Indonesia menjadi pelajaran utama, bahasa Jepang menjadi pelajaran wajib. Para pelajar harus mempelajari adat istiadat Jepang, taiso, melagukan lagu Jepang, melakukan penghormatan (selkerei) ke arah istana kaisar Tokyo. Guru-guru juga harus dilatih agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan Jepang. Selain itu, diberikan pelajaran tentang dasar-dasar pertahanan dan kemiliteran.
Walaupun demikian, ada beberapa segi positif  sistem pendidikan pada zaman penjajahan Jepang bagi rakyat Indonesia, yaitu:
Ø Jepang memerikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia.
Ø Menghapus dualisme pendidikan penjajahan belanda dan nenggantinya dengan dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang.
Ø Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh penjajah Jepang.
BAB III
PENUTUP

Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan sebelum kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada zaman hindu-budha, zaman kerajaan islam, masa kolonial, masa pergerakan dan masa pendudukan jepang. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebagai suatu bahan pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu juga sebagai pengalaman yang paling berbekas untuk membentuk kepribadian setiap individu penuntut ilmu,agar lebih giat belajar mengenai kesalahan-kesalahan bangsa terdahulu. Sehingga  bangsa kita dapat lebih unggul dari bangsa-bangsa lainnya melalui pendidikan. Karena pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan satu bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar